Kenapa Beda Persyaratan Anggota DPR, TA dan Staff Ahli?

0
Sidang Tahunan MPR DPR DPD RI 2019 - Suasana Sidang Tahunan MPR DPR DPD RI 2019, di Jakarta, Jumat (16/8/2019). Rangkaian sidang tahunan tersebut terdiri dari tiga agenda yakni Sidang Tahunan MPR, Sidang Bersama DPR-DPD RI, dan Sidang penyampaian RAPBN Tahun 2020. (SP/Ruht Semiono)
Sidang Tahunan MPR DPR DPD RI 2019 - Suasana Sidang Tahunan MPR DPR DPD RI 2019, di Jakarta, Jumat (16/8/2019). Rangkaian sidang tahunan tersebut terdiri dari tiga agenda yakni Sidang Tahunan MPR, Sidang Bersama DPR-DPD RI, dan Sidang penyampaian RAPBN Tahun 2020. (SP/Ruht Semiono)

Tribunriau- Untuk menjadi anggota dewan di Indonesia, beberapa persyaratan sudah diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu.

Diantara persyaratannya, salah satunya poin e yang berbunyi “Berpendidikan paling rendah tamat SMA, Madrasah aliyah, SMK, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.

Sedangkan untuk menjadi tenaga ahli (TA) dan Staff Ahli, minimal harus mengenyam pendidikan S1 serta pengalaman 5 tahun.

Dilansir Kumparan, Anggota DPR Agun Gunanjar membeberkan alasan mengapa syarat menjadi anggota DPR minimal SMA sementara TA harus S2 atau S1 dengan pengalaman 5 tahun.

“Syarat itu tidak berubah dari UU Pemilu sebelumnya, melihat kondisi objektif banyak (caleg) cerdas, pintar, yang tidak sekolah. Jadi enggak ada pertimbangan khusus,” ucap Agun yang juga perumus UU Pemilu.

Menurut politikus Golkar itu, UU Pemilu harus memberikan kesempatan yang sama bagi siapa saja untuk menjadi caleg. Jadi tidak diukur dengan basis pendidikan.

“Kalau TA, namanya juga tenaga ahli harus ada syarat kompetensi karena untuk membantu anggota melakukan analisis, kajian,” tuturnya.

Anggota DPR Fraksi Demokrat, Rizki Natakusumah, menyebut 5 orang TA dan 2 staf tidak sepenuhnya ditentukan anggota. Ada TA rekomendasi alias ‘titipan’ DPP dan DPD Demokrat.

“Sudah tanda tangan (rekomendasi TA/staf),” ucapnya. (red)