GARUT, Tribunriau – Cawapres Ma’ruf Amin bicara mengenai kiai dan pesantren saat berkampanye di Garut, Jawa Barat. Ma’ruf sempat menyindir soal orang bergelar kiai tapi tidak pernah belajar di pesantren.
Ma’ruf awalnya menjelaskan alasan pendirian pesantren. Dia menyebut salah satu tujuan pendirian pesantren adalah agar regenerasi kiai tidak terputus.
“Kenapa para kiai bikin pesantren? Karena supaya ada yang melanjutkan tugasnya. Allah tidak mengangkat ilmu dari hati manusia. Tapi Allah mengambil ilmu dengan mengambil ilmunya. Kalau ulama wafat, ilmunya dibawa, mobilnya ditinggal, sawahnya ditinggal, kebonnya ditinggal, istrinya juga ditinggal, tapi ilmunya dibawa,” ujar Ma’ruf saat menghadiri dialog dengan Forum Pesantren Priangan Timur, Garut, Jawa Barat, Kamis (4/4/2019).
Saat inilah Ma’ruf menyindir soal kiai yang tidak belajar di pesantren. Cawapres nomor urut 02 itu menyebut seorang kiai harus belajar dalam pesantren terlebih dahulu barulah mendapatkan gelar tersebut.
“Kalau sampai tidak tersisa satu alim pun, orang akan mengangkat pemimpin yang bodoh-bodoh. Kalau memberi fatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan. Ini… kalau soal gelar gampang. Nggak mondok bisa jadi kiai. Itu namanya dikiaikan. Kalau yang kiai itu, pesantren dulu baru kiai. Kalau tidak pesantren jadi kiai, namanya dikiaikan,” jelasnya.
Karena itu, sebut Ma’ruf, pesantren harus mengambil peran lebih besar untuk mencetak ulama atau kiai. Mengingat saat ini, banyak pihak yang memahami agama secara intoleran dan menyimpang.
“Padahal agama ini rahmatan lil alamin. Berbeda agama saja kita suruh toleran, lakum dinukum waliyadin. Berbeda partai juga harus toleran lakum partaiyukum, walana partaiyuna, berbeda capres mestinya tidak harus berantem, lakum capresukum walanq capresuna. Kalau tidak sama nggak apa-apa. Kalau tidak mau pilih saya, pilih saja Pak Jokowi. Kalau tidak mau pilih Pak Jokowi, pilih saja saya,” tutur Ma’ruf.
Selain itu, Ma’ruf menyinggung soal pilpres yang dianggap seperti perang badar. Menurut dia, pemahaman tersebut sangat berbahaya.
“Nah ini yang bahaya memahami agama secara intoleran. Yang berbeda pilihan capresnya dianggap musuh. Capres dianggap perang. Ini bahaya sekali. Perang badar katanya. Perang badar kan perang muslim dan kafir. Siapa yang muslim siapa yang kafir. Kalau dia ngaku muslim, berarti saya dan Pak Jokowi kafir, enak saja,” ujarnya. (detik/red)