Polisi Gunakan Diskresi ‘Larang’ Demo, Bagaimana dengan Jokowi?

0
Presiden RI, Joko Widodo
Presiden RI, Joko Widodo

Tribunriau- Polisi mengeluarkan ‘larangan’ bagi siapa saja untuk demo pada 15-20 Oktober, menjelang pelantikan presiden-wakil presiden. Larangan atau tepatnya imbauan ini pertama kali disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono usai menggelar rapat koordinasi pengamanan di DPR/MPR.

Gatot mengatakan, kebijakan ini merupakan diskresi kepolisian untuk tak mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) unjuk rasa.

“Ketika ada pihak-pihak yang akan menyampaikan pemberitahuan terkait unjuk rasa kita akan mengambil diskresi untuk tidak memberikan surat penerimaan itu (pemberitahuan demo),” kata Gatot di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/10) dilansir Kumparan.

Gatot beralasan diskresi ini bertujuan agar situasi pelantikan tetap kondusif. Selain itu juga untuk menghormati kekhidmatan pelantikan yang akan disaksikan para kepala negara dunia.

Larangan demo juga disampaikan Polda Sulawesi Selatan. Mengingat, daerah itu sempat terjadi demonstrasi besar hingga berujung kericuhan dan memakan korban jiwa.

“Mulai besok, tanggal 16 Oktober sampai tanggal 20 Oktober 2019, sudah diberlakukan larangan demo,” kata Kapolda Sulsel, Irjen Pol Mas Guntur Laupe, lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/10).

Guntur meminta semua pihak dapat mengikuti imbauan itu demi keamanan. “Jadi diskresi kepolisian ini dikeluarkan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia,” tuturnya.

Hal serupa juga disampaikan Polda Jawa Barat. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengimbau mahasiswa agar tidak menggelar demo.

“Untuk sejauh ini kita mengimbau untuk tidak melakukan itu (unjuk rasa)” kata dia di Mapolrestabes Bandung, Selasa (15/10).

Meski demo merupakan bagian dari menyampaikan pendapat di muka umum dan diatur dalam konstitusi, namun Trunoyudo mengatakan, penyampaian pendapat mesti memperhatikan ketentuan yang berlaku agar situasi tetap kondusif.

“Namun dalam ini tentu pada koridor undang-undang yang berlaku pada undang-undang tersebut ataupun aturan lainnya yang mengikat,” kata dia.

Sementara itu, Presiden Jokowi menegaskan tak ada larangan untuk melakukan aksi demonstrasi jelang pelantikannya. Jokowi menegaskan demonstrasi dijamin konstitusi.

“Namanya demo dijamin konstitusi,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (16/10).

“Ditanyakan ke Kapolri. Ndak ada (perintah melarang demo),” imbuh Jokowi.

Menyikapi larangan dari kepolisian, BEM Seluruh Indonesia (SI) menganggap sikap kepolisian tak bijak. Menurut Koordinator Pusat BEM SI, Muhammad Nurdiansyah, sikap kepolisian ini bertentangan dengan konstitusi.

“Kami memandang sikap kepolisian kurang bijak dengan adanya pelarangan aksi. Pertama yang harus disadari bahwa penyampaian pendapat dijamin oleh konstitusi, maka ketika ada pelarangan tentu hal ini berbenturan dengan konstitusi yang ada,” jelas Nurdiansyah saat dihubungi, Selasa (15/10).

Ia menegaskan, sejak awal mahasiswa menggelar demo bukan untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden. Mahasiswa, kata Nurdiansyah, hanya berusaha mengemukakan pendapat sebagai hak warga negara.

“Kami dari Aliansi BEM SI, sangat menghargai proses demokrasi yang sudah berlangsung di Indonesia. Kami tak pernah ada niatan untuk menggagalkan pelantikan seperti yang dituduhkan,” jelasnya.

Polri turut menanggapi terkait polemik larangan demo ini. Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal mengatakan, memang tak ada larangan untuk berdemo. Namun, kata Iqbal, kebijakan yang dikeluarkan merupakan diskresi kepolisian atas dasar keamanan.

“Memang tidak ada larangan demo saat pelantikan presiden. Itu perlu diluruskan. Itu sebuah diskresi kepolisian atas pertimbangan situasi,” kata Iqbal di Hotel Amarosa, Jakarta Selatan, Rabu (16/10).

Polri khawatir ada pihak tak bertanggung jawab yang mendompleng demo. “Tunjukkan kita jadi teladan bagi bangsa lain. Kita dewasa berpolitik. Yang ingin menyampaikan aspirasi, hati-hati dengan penunggang gelap,” kata Iqbal.

Dalam Peraturan Kapolri No 9 Tahun 2008 dijelaskan setiap warga tak perlu izin untuk demo, cukup mengirim pemberitahuan kepada Polri. Sementara itu, UU No 9 Tahun 1998 menjamin penyelenggaraan demo atau penyampaian pendapat di muka umum.

Namun, Iqbal menegaskan pada Pasal 6 UU No 9 Tahun 1998. Ada 5 hal yang harus ditaati pendemo, yakni menghormati hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan moral yang diakui umum.

Kemudian, mentaati hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, menjaga keamanan dan ketetapan umum, dan menjaga keutuhan dan keamanan bangsa.

Menurut Iqbal, Polri punya diskresi untuk tak mengizinkan adanya demo bila 5 aspek itu berpotensi dilanggar.

“Polri secara umum sama sekali tidak melarang. Tidak ada kata larangan untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Di media-media banyak framing. Ini statemen Kadiv, tapi Polri punya tugas memelihara keamanan di masyarakat,” ucap Iqbal.

Meski dilarang, namun mahasiswa tak gentar untuk berdemo. BEM SI berencana menggelar demo di depan Istana, Kamis (17/10). Rencananya, demo berlangsung pukul 13.00 WIB dengan titik kumpul di Patung Kuda.

Menurut Koordinator BEM SI Jabodetabek-Banten, Muhammad Abdul Basit (Abbas), tuntutan demo adalah mendesak Jokowi segera mengeluarkan Perppu KPK.

“Ya betul (mahasiswa berdemo di Istana), untuk besok kita fokus pada Perppu KPK,” jelas Ketua BEM UNJ itu saat dikonfirmasi, Rabu (16/10).

Aksi bertajuk #TUNTASKANREFORMASI itu menuntut adanya sikap yang jelas dari Jokowi untuk menerbitkan Perppu KPK. Revisi UU KPK yang dianggap melemahkan KPK akan efektif berlaku 17 Oktober meski tanpa tanda tangan Presiden. (red)