Menanti Janji 10 Juta Lapangan Kerja Jokowi

0

DARI data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Mei lalu, jumlah pengganguran di Indonesia mencapai 7,01 juta jiwa. Jumlah tersebut hampir sama dengan total pengangguran pada Agustus 2014 sebanyak 7,24 juta jiwa. Jika dilihat dari angka tersebut, dalam tiga tahun angka pengangguran masih berkutat di 7 juta jiwa.

Melihat dari data tersebut, tentu banyak orang mulai menagih janji Jokowi saat kampanye Pilpres 2014 tentang akan membuka 10 juta lapangan kerja hingga 2019. Janji tersebut tertuang dalam sembilan program nyata Jokowi-Jusuf Kalla. Jika melihat dengan kaca mata negatif saja, tentu langsung memvonis Jokowi gagal, karena jika dulu 7 juta kenapa sekarang masih angkanya sama. Mana janji 10 juta tersebut. Tapi ada yang perlu kita pahami, kalau setiap tahun angkatan kerja juga bertambah.

Dalam penjelasan BPS, di Indonesia angkatan kerja yang bekerja sebanyak 124,54 juta orang. Terdiri dari 87,00 juta orang pekerja penuh, 28,05 juta orang pekerja paruh waktu dan 9,49 juta orang setengah menganggur. Sedangkan sisanya 7,01 juta orang merupakan pengangguran.

Jika diuraikan secara sektoral, 39,68 juta bekerja di pertanian, 29,11 juta bekerja di perdagangan, 20,95 juta bekerja di sektor jasa, 16,57 juta bekerja di konstruksi, 5,69 juta bekerja di transportasi, 3,59 juta di sektor keuangan, 1,37 juta di pertambangan dan 420 ribu di listrik gas dan air.

Namun jika dirinci berdasarkan status pekerjaan, 47,42 juta orang merupakan buruh atau karyawan, 21,85 juta orang merupakan berusaha sendiri, 21,28 juta orang yakni berusaha dibantu buruh tidak tetap, 18,16 juta keluarga atau tak dibayar, 6,02 juta pekerja bebas di nonpertanian, 5,36 juta pekerja bebas di pertanian, 4,45 juta berusaha dibantu buruh tetap.

Dari data dan penjelasan yang disebutkan diatas kita memahami kalau orang yang bekerja itu bukan harus dikantoran, pabrik atau super market. Tapi juga yang menjadi pelayan toko, petani, hingga membuka usaha sendiri. Jadi sebenarnya penjelasan terhadap orang yang bekerja itu sangat banyak dan harus dipahami secara utuh.

Kembali kepada janji Jokowi tentang 10 juta lapangan kerja baru. Bagaimana membuktikan kalau target Jokowi tersebut tercapai, karena gampang sekali mengklaim sesuatu dari sekian banyak pembagian terhadap sektor pekerjaan. Seperti yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, target yang ditargetkan 2 juta pertahun sudah tercapai, bahkan melebihi.

Apa bukti kalau dua juta lapangan kerja baru setiap tahun itu merupakan hasil kinerja pemerintah. Jika hanya bermodalkan klaim, tentu bisa saja semua mengatakan kalau itu hasil karya dia, atau faktor dia berperan. Munculnya kemungkinan itu tidak terlepas dari banyaknya defenisi tentang jenis pekerjaan tersebut.

Kita contohkan dengan perkembangan dunia teknologi. Bisa saja yang diklaim sebagai lapangan pekerjaan baru itu adalah jual beli online, meski sebenarnya tanpa pemerintah jual beli itu bakal terlaksana juga. Makanya pemerintah perlu menjelaskan apa saja yang telah dilakukan.

Tentu akhir tahun 2016 lalu kita masih ingat bagaimana hangatnya pemberitaan atau informasi tentang serbuan Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal masuk ke Indonesia. Itu bukan hoax, sudah banyak fakta dan bukti tentang adanya TKA masuk ke Indonesia tanpa memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.

Akibatnya, banyak pihak menuding pemerintah berjanji membuka lapangan kerja baru tapi diperuntukkan bagi pekerja asing. Itu tentu memunculkan persepsi negatif buat pemerintah.
PHK dan Kemiskinan
Dengan masuknya pedagang atau buruhnya dalam penjelasan angkatan kerja, maka dipastikan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi menjadi salah satu faktor penting. Belakangan ini daya beli masyarakat menurun, dan berimbas langsung kepada merosotnya omset pedagang. Seperti contoh yang terjadi di Tanah Abang, Glodok dan beberapa kawasan perdagangan lainnya. Efeknya adalah usaha mereka terancam bangkrut, sama seperti perusahaan-perusahaan besar.

Perlu kita ketahui juga, setiap tahunnya angka karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mencapai ribuan. Itu baru masuk kategori pekerja yang mempunyai asosiasi seperti buruh di pabrik. Bagaimana dengan buruh di toko, sopir atau pekerja informal lainnya. Berapa mereka yang dipecat juga tidak diketahui datanya.

Akibat lesunya daya beli masyarakat dan tingginya harga komoditas, mengakibatkan indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan Indonesia pada periode September 2016 hingga Maret 2017 mengalami kenaikan. Hal tersebut menandakan, usaha pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan akan semakin sulit.

BPS merilis jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 27,77 juta orang pada Maret 2017. Jumlah tersebut bertambah sekitar 10.000 orang dibanding kondisi September 2016 yang mencapai 27,76 juta orang.

Hal ini tentu punya kaitan dengan janji Jokowi lainnya saat Pilpres, yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi 7 persen. Tapi realisasinya hanya berkisar diangka 5 persen, janji itu tentu berimbas langsung kepada pencapaian lapangan pekerjaan baru yang disebutkan 10 juta.

Layak kita tunggu penjelasan seterang-terangnya dari pemerintah. Apa saja yang dilakukan terkait dengan 10 juta lapangan pekerjaan baru itu. Kita akan terus menanti dan menagih janji Jokowi.

Sumber http://politiktoday.com / Ardinal (Pengurus di Asosiasi Buruh)
       

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini