Analisis Ahli Hukum Unand Padang Terkait Seruan People Power

0

JEMBER, Tribunriau- Direktur Pusako Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Feri Amsari mencium skenario di balik rencana people power yaitu karena murni kekalahan pemilu. Sebab, sangat susah mengubah hasil pemilu secara konstitusional sehingga satu-satunya cara yaitu ditempuh dengan jalur inkonstitusional.

“Ada upaya untuk membuat suasana lebih dramatis, sehingga timbul rasa marah ke publik, ada backgroundnya. Apa backrounnya? karena tidak mungkin suasana hasil pemilu ini diubah oleh cara-cara konstitusional oleh yang kalah,” kata Feri, Minggu (12/5/2019).

Mengapa sudah diubah secara konstitusional? Feri menyatakan jarak selisih suara antara dua kubu sudah sangat jauh. Diprediksi mencapai selisih 15 juta suara hingga 20 juta suara.

“Kalau ternyata ada kecurangan pemilu dan harus mengubah hasil suara yaitu 15-20 juta suara milik yang kalah, bukan yang menang. Bagaimana cara membuktikannya? Perlu 100 ribu-200 ribu TPS untuk menyatakan telah terjadi kecurangan dengan selisih suara yang diambil oleh yang menang 100 suara per TPS,” ujar Feri.

“Bagaimana ke MK membuktikan agar 100-200 ribu TPS dicurangi? Pasti berat sekali,” sambung Feri yang juga disampaikan dalam seminar nasional ‘Ancaman People Power Terhadap Demokrasi Konstitusional’ yang digelar Puskapsi di Fakultas Hukum Universitas Jember, Sabtu (11/5) kemarin. Video seminar itu dibisa dilihat secara utuh di akun Youtube PUSKAPSI FH UNEJ.

“Sedangkan video yang beredar, TPS yang direkam, jumlahnya dikapitalisasi di medsos seolah-olah sudah 100 ribu kecurangan. Apakah saya menyetujui kecurangan? Tidak. Kecurangan bisa dipidanakan pelakunya. Tapi suara yang berkembang, agar pemilu ini diulang. Kalau setiap orang yang kalah bisa menyatakan pemilu diulang, berbasis video tanpa diketahui TPS di mana, bisa gawat demokrasi,” cetus Feri.

Bila masuk MK, maka akan diperiksa satu persatu oleh MK. Hakim konstitusi akan mengecek apakah benar ada 200 ribu TPS yang dicurangi. Feri mengandaikan, yang bisa dibuktikan hanya 10 ribu TPS, maka MK memutuskan agar pemerintah memproses pidana kecurangan di 10 ribu TPS. Adapun hasil akhirnya, MK tidak akan mengubah keputusan KPU.

“Karena 10 ribu yang terbukti itu tidak mengubah hasil. Siapa yang sadar betapa sulitnya mengubah konstruksi hukum ini? Pihak yang kalah. Sehingga mereka merasa nggak mungkin bisa membuktikan 100-200 ribu TPS di Mahkamah Konstitusi, itu berat. Kalau lah itu tergambar berat, ya sia-sia ke MK, sia-sia ke Bawaslu,” papar Feri.

Karena perjuangan di MK sangat berat, maka jalur inkonstitusional akhirnya dilakukan dengan berbagai skenario.

“Sehingga perlu mengubah kekalahan jangan lewat cara konstitusional, manfaatkan kemarahan publik. Begitu publik marah, mudah terpancing,” pungkas Feri. (detik)