BATAM- Tim Advokasi untuk Kemanusiaan – Rempang kesulitan mendapatkan akses pendampingan bagi warga Pulau Rempang yang ditahan di Mapolresta Barelang.
Agenda pendampingan bersama keluarga warga yang ditahan saat kerusuhan saat demonstrasi di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam pada Senin (11/9/2023) lalu tidak bisa terlaksana. Tim pendamping tidak bisa menemui warga yang ditahan.
Pada saat yang sama, tim advokasi yang menemani keluarga tahanan pada kerusuhan di Jembatan 4 Barelang pada (7/9/2023) lalu, juga tidak bisa membesuk keluarga mereka yang ditahan.
Padahal, keluarga delapan tahanan telah menunggu sejak pagi dan dijanjikan penangguhan penahanan.
Bahkan penangguhan ini diumumkan melalui konfrensi pers Kapolresta Barelang, Walikota Batam dan Perwakilan Aliansi Pemuda Melayu pada (10/9/23).
“Hingga kini tahanan tak kunjung ditangguhkan. hari ini merupakan jam kunjungan Keluarga tapi keluarga tak bisa bertemu, bahkan Penasehat hukum pun dihalang halangi untuk bertemu dengan tahanan. Jangankan penangguhannya, untuk bertemu saja kami sekarang tak bisa,” tutur Vera, salah satu keluarga tahanan yang
bertahan sampai sore di Mapolresta Barelang.
Sopandi, salah satu tim Advokasi Kemanusiaan untuk Rempang dari PBH Peradi Batam, mengatakan tim advokasi dan keluarga sampai dengan saat ini tidak diberikan akses untuk bertemu dtahanan, Tim Advokasi dan keluarga “dipingpong” sana sini oleh Polresta Barelang.
“Ini jelas merupakan penghalangan terhadap akses bantuan hukum kepada tahanan. Juga hak untuk mendapatkan keadilan dan jaminan adanya proses dan pelayanan hukum yang imparsial dari sistem peradilan, yang harus selalu dijamin oleh negara,” Ujar Sopandi, Tim Advokasi dari PBH Peradi Batam.
Mangara Sijabat, tim advokasi dari LBH Mawar Saron Batam, menuturkan penghalangan pendampingan bagi advokat seperti yang terjadi saat ini merupakan preseden buruk penegakan hukum.
Mangara menambahkan jangan sampai perintah pimpinan dan diskresi mengangkangi undang-undang yang berlaku.
“Jika memang proses hukum terhadap warga yang ditahan ini sudah sesuai posedur hukum, polisi mestinya tidak perlu menghalangi kami untuk bertemu dengan klien kami, kehadiran kami merupakan amanat dari undang-undang (UU), untuk memastikan Klien kami mendapatkan proses hukum yang adil,” kata Mangara.
Lebih detail, Noval Setiawan, tim advokasi dari YLBHI-LBH Pekanbaru, menyampaikan bahwa tindakan penghalangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak tahanan untuk bertemu keluarga dan penasihat hukum sebagaimana Pasal 57, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62 ayat (1), Pasal 70 ayat (1) KUHAP, selain itu tindakan tersebut juga bertentangan dengan UU Advokat, UU Bantuan Hukum, dan UU HAM.
“Pasal 70 ayat (1) KUHAP menyatakan “Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya,” kata Noval.
Selanjutnya Tim Advokasi menilai bahwa penghalang-halangan ini telah melanggar prinsip hak asasi manusia dan peradilan yang adil (fair trial). *